The Power Integrity (Kekuatan Integritas)

ARTIKEL

Sumber : Jakoep Ezra - Character Specialist

7/24/20203 min read

Seorang pengusaha yang sibuk ingin beristirahat sejenak sepulang dari kantor. Karena tidak ingin diganggu, ia berpesan pada anaknya, “kalau ada yang cari Papa, bilang Papa tidak ada, ya.” Tak lama kemudian telepon berdering dan si anak tergopoh-gopoh menjawab telepon tersebut, lalu berkata, “Halo Om, Papa bilang Papa tidak ada…”

Kisah di atas mungkin sekedar ilustrasi yang sering terjadi di antara kita. Namun sadarkah kita, semakin banyak penyesuaian cara, sikap dan perkataan, lazim digunakan sebagai jalan pintas mencapai tujuan. Sedikit rekayasa dianggap hal yang sudah biasa, bahkan menjadi kiat mujarab untuk meraih sukses. Tapi benarkah demikian?

Ada sebuah kejadian yang sangat membekas di hati saya. Suatu Ketika saya membeli koran dari seorang anak penjual koran yang biasa berseliweran di tepi jalan dekat lampu merah. Saat itu, ia tidak punya uang kembalian, sedangkan kendaraan tidak bisa berhenti. Jadi sambil berlari, ia berteriak, “besok ya, Pak ….!”

Keesokan harinya saya berangkat ke kantor seperti biasa dan sudah tidak ingat lagi tentang koran itu. Tapi sungguh luar biasa, ternyata bocah itu sudah menunggu di tepi jalan dekat lampu merah sambal melambai-lambaikan tangannya. Tergesa-gesa ia menghampiri mobil saya dan berkata, “ini uang kembalian Bapak yang kemarin.” Hati saya terharu sekaligus bangga dengan integritas seorang anak

  • Memahami Makna Integritas

Integritas berkenaan dengan jati diri. Integritas berbicara mengenai kesejatian, bukan kemunafikan; kemurnian, bukan pura-pura. Yesus dikenal sebagai pribadi yang lemah lembut, namun ia tidak berkompromi dengan sikap orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka diumpamakan seperti kubur yang dilabur putih. Dari luar tampak putih bersih, namun di dalamnya penuh tulang belulang. Betapa keras pernyataan ini.

Integritas menyatakan apa adanya diri kita secara tulus. Suatu keberanian dan keteguhan untuk menyatakan diri dengan jujur tanpa manipulasi demi keuntungan atau motivasi tertentu. Orang yang berintegritas adalah orang yang memiliki keutuhan dan keselarasan dalam pikiran, perasaan, sikap perbuatan dan perkataan. Semua aspek dalam dirinya internal dan eksternal tetap sinkron dan harmonis. Tidak ada rekayasa atau kepalsuan.

  • Integritas dalam Penguasaan Diri

Integritas adalah seperti sebuah koin dengan dua sisi. Satu sisi adalah gambar raja, sedangkan sisi lain adalah nilai nominalnya. Gambar koin menjelaskan “who you are”, siapa anda sesungguhnya. Dan sisi nominalnya adalah “what you are”, atau apakah nilai atau kualitas anda.

Ketulusan tanpa hikmat adalah kenaifan. Kejujuran tanpa kebijaksanaan adalah kebodohan. Karena dunia adalah padang belantara, dan kita diutus seperti domba di tengah serigala. Hendaklah kamu cerdik seperti ular, tetapi tulus seperti merpati. Ketulusan harus disertai kecerdikan. Cerdik berarti mampu menguasai diri untuk bertindak benar pada saat, waktu dan situasi yang tepat.

  • Masalah Integritas diawal dari Krisis Identitas

Persoalan integritas diawali dari kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa. Krisis identitas terjadi dengan rusaknya citra Allah dalam diri Adam dan hawa. Keterlanjangan membuat mereka merasa sangat malu dan segera menutup diri dengan daun-daun ara. Pikiran mereka mulai saling menuduh. Pembenaran diri dilakukan dengan pembelaan komunikasi dan kata-kata yang diucapkan. Krisis identitas cenderung menyembunyikan hal-hal yang dirasakan kurang sempurna. Sejak kejatuhan di dalam dosa, maka kita semua dilahirkan dalam tabiat dosa. Celakanya, kita tahu apa yang baik, tapi justru melakukan apa yang keliru. Hati Nurani sadar tentang kebenaran, tapi perbuatan kita melakukan hal yang sebaliknya.

Mengapa Integritas semakin luntur?

Suatu ketika ada seorang ibu yang tertipu. Ia membeli perhiasan emas, tapi ternyata hanya sepuhan belaka. Waktu dibeli perhiasan itu bagus sekali dan berkilau cemerlang. Tapi tidak lama dipakai, perhiasan itu menjadi pudar dan kelihatanlah bahan dasarnya hanya tembaga.

Kesejatian takkan luntur. Integritas yang luntur tidak hanya sekedar membuktikan kepalsuan. Tapi itu juga berarti bahwa ia tidak dibangun di atas pondasi yang benar. Ujian dan proses akan membuktikan kredibilitas seseorang.

Ada empat pondasi yang keliru dalam membangun integritas:

  • TAKUT DITOLAK

Perasaan untuk mempertahankan penampilan atau standar tertentu agar selalu diterima dan dihargai orang lain. Sikap ini membuat orang mudah tersinggung dan sulit menerima evaluasi atau kritik. Untuk menghindari penolakan, kita akhirnya berusaha untuk selalu menyenangkan orang lain.

  • TAKUT DIHAKIMI

Sikap perfeksionis membuat kita sering menghakimi orang lain dan diri sendiri. Itu sebabnya kita juga menjadi takut dinilai dan dihakimi. Ketakutan ini akhirnya membuat kita jatuh kedalam jurang kemunafikan.

  • TAKUT GAGAL

Ketakutan ditolak dan dihakimi orang lain akhirnya membuahkan rasa takut gagal. Kegagalan dianggap akhir dari segalanya. Kegagalan meruntuhkan semangat dan tekad. Rasa takut gagal membuat kita terbelenggu dan stagnan di zona nyaman.

  • MERASA MALU

Rasa malu sebenarnya berkaitan dengan rambu-rambu etika. Menjadi positif jika digunakan secara tepat. Tapi perasaan malu yang berlebihan dan tidak berdasar merupakan sebuah jerat. Ini lebih tepat di sebut gengsi. Sudah minder, sombong pula.

Dulu pernah ada sebuah lirik lagu “buah semangka berdaun sirih”. Saya tidak tahu persis apakah itu bersinonim dengan pepatah serigala berbulu domba. Tapi itu semua sepertinya mengandung konotasi kepalsuan.

Kepalsuan adalah serupa tapi tak sama dengan yang asli. Nampaknya seperti sama, tapi sebenarnya tidak. Lalang dan gandum dibiarkan tumbuh Bersama karena sulit untuk membedakannya. Tetapi Ketika panen tiba, tanaman gandum akan mengeluarkan bulir-bulir yang siap dituai. Sedangkan Lalang akan diikat dan dibakar habis

Integritas yang sejati akan menghasilkan buah dan manfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Namun kepalsuan hanya mendatangkan kerugian pada akhirnya. Waktu adalah penguji yang terbaik. Tetapi seringkali waktu tidak menyisakan kesempatan kedua bagi kita.